Zaman Perdebatan
"Perbedaan dalam urusan fiqih atau hukum halal dan haram itu biasa, tapi perbedaan aqidah tidak bisa ditawar," kata Ustadz Sobar.
"Aqidah itu keyakinan kan, Ustadz? Bagaimana kita meyakini Allah?"
"Iya, benar. Salah meyakini tentang Allah bisa kafir. Mereka meyakini Allah punya tangan, punya tempat, menyamakan Allah dengan mahluk."
"Yang bilang begitu yang tidak berilmu, Ustadz. Kata 'tangan' yang dimaksud bukan seperti tangannya mahluk, begitu juga dengan kata 'tempat' yang dimaksud. Jangan buruk sangka terus, Ustadz."
"Kata ulamak itu salah."
"Menurut saya lebih parah yang tidak yakin adanya Allah, Ustadz."
"Pasti itu."
"Kenapa ustadz semangat sekali membahas mereka yang ustadz anggap salah keyakinan? Banyak umat islam yang tidak yakin adanya Allah. Hanya lisannya saja bilang yakin, tapi tidak dalam perbuatan."
"Contohnya?"
"Takut hantu. Minta rizki pada dukun. Tak segera sholat ketika adzan. Dan masih banyak lagi perbuatan yang menunjukkan keragu-raguan terhadap Allah. Mereka tak semangat ibadah, tak takut berbuat maksiat. Sedangkan mereka yang ngaji, masya Allah, Ustadz."
"Tapi ngajinya yang benar, jangan yang sesat."
"Yang benar yang mana, Ustadz? Bukannya semua kelompok ustadz sesatkan, sedangkan kelompok ustadz sendiri jarang sekali ada kegiatan kajian untuk umum?! Bagaimana, Ustadz?"
Ustadz Sobar diam sejenak. "Begini jadinya kalau agama di nomor duakan. Sudah tua baru mau ngaji. Kenapa dulu tidak mondok?"
"Bukannya menuntut ilmu itu sampai mati, Ustadz? Masak mondok sampai mati, Ustadz?"
"Kelompok kami bukan tidak mengadakan kajian, coba cari, di beberapa daerah aktif."
"Sulit sekali, Ustadz, nyarinya. Bukannya masyarakat sekarang itu perlu dimotivasi, dipancing agar mau ikut ngaji. Kalau tempat ngajinya susah dicari begitu, bagaimana?"
"Mereka yang seharusnya nyari gurunya. Bukan terbalik guru cari murid."
"Topik kita tentang tugas dakwah, Ustadz, bukan tentang menuntut ilmu."
....bersambung
0 Response to "Zaman Perdebatan"
Post a Comment